Tampilkan postingan dengan label Manajemen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Manajemen. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 April 2016

Hukum Bisnis : Penggarapan Liar Di Kawasan Hutan



A.  Latar Belakang

Hutan mempunyai fungsi dan manfaat yang sangat banyak bagi kehidupan manusia. Hutan sebagai penyangga kehidupan  mempunyai  fungsi konservasi, fungsi ekologi dan fungsi produksi. Hutan lindung mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Sedangkan hutan produksi mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan (Anonim. 1999).

Hutan dengan banyak fungsi berakibat banyaknya keterlibatan dalam bidang kehutanan. Hutan dengan fungsi ekologis dan hidrologis menyebabkan hutan hatus dilindungi kelestariannya, namun dalam fungsinya secara ekonomis membuat hutan harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Keterlibatan kepentingan di hutan menjadi fenomena yang menyebabkan tingginya kerusakan hutan dan menyebabkan banyaknya konflik antara pemerintah sebagai penguasa hutan negara dengan masyarakat  dengan kepentingan tersendiri terhadap hutan.

Perum Perhutani diberi tugas oleh pemerintah untuk mengelola hutan di Jawa sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara. Pada pasal 3 ayat (1), Pemerintah melanjutkan penugasan kepada Perusahaan untuk melakukan pengelolaan hutan di hutan negara yang berada di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten, kecuali hutan konservasi, berdasarkan prinsip pengelolaan hutan lestari dan prinsip tata keloa hutan yang baik.  

Lokasi hutan negara di Jawa yang pengelolaannya ditugaskan kepada Perum Perhutani di Jawa juga melibatkan banyak kepentingan di hutan tersebut. Hutan negara yang berbatasan langsung dengan masyarakat, dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan berkurangnya lahan garapan, sedangkan masyarakat tetap membutuhkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, sedikitnya lapangan kerja maupun dinamika perubahan iklim politik membuat intensitas keterlibatan kepentingan terhadap kawasan hutan semakin meningkat (Anonim. 2009). Selain itu banyaknya kegiatan pembangunan lain di luar sektor kehutanan seperti pembangunan bendungan, jembatan , tol, bandara, tambang dan lain-lain juga menyebabkan banyaknya kepentingan terhadap hutan.

Akibat banyaknya keterlibatan kepentingan menyebabkan tingginya tekanan terhadap hutan. Salah satu tekanan dan menjadi permasalahan adalah adanya konflik tenurial.  Konflik tenurial merupakan masalah yang sangat kompleks karena banyaknya keterlibatan kepentingan, bahkan melibatkan  kepentingan dari dalam perusahaan sendiri. Konflik tenurial dibagi ke dalam beberapa strata. Strata yang paling ringan permasalahannya adalah strata A yaitu melakukan aktivitas atau kegiatan pemanfaatan lahan di kawasan hutan wilayah Perum Perhutani secara legal tanpa bermaksud untuk menguasai dan atau memiliki lahan yang dikerjakan atau bisa disebut dengan penggarapan liar.  Seringkali hal ini dibiarkan sehingga penggarapan liar di kawasan hutan akhirnya menjadi masalah yang besar sampai menjadi pendudukan kawasan (okupasi) dan sulit untuk ditangani. Apabila banyak penggarapan liar terjadi, maka potensi sumber daya hutan akan semakin menurun dan akan mengganggu pengelolaan hutan yang menjadi tugas Perum Perhutani.



B. Analisis Permasalahan

Penggarapan liar yang terjadi di kawasan hutan  terjadi karena  bertambahnya jumlah populasi masyarakat yang membutuhkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan  hidupnya,  kurangnya lahan garapan yang bisa diolah oleh masyarakat,  sedikitnya lapangan kerja maupun dinamika perubahan  iklim politik membuat intensitas keterlibatan kepentingan ke kawasan hutan semakin meningkat. Selain itu Kurangnya ketegasan dan pengawasan dari para petugas dapat menyebabkan masuk penggarapan liar ke dalam kawasan hutan. Hal ini dapat memberikan anggapan kepada para penggarap lahan hutan bahwa tindakan yang mereka lakukan masih dalam batas yang wajar dalam artian memfungsikan kawasan untuk dimanfaatkan sehingga secara ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan bagi para penggarap lahan.

Menurut Santoso. 209 Kurangnya pengawasan terhadap kawasan hutan dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya :

o    Fasilitas sarana dan prasarana yang tersedia tidak memadai atau mendukung untuk melakukan pelaksanaan kegiatan pengawasan yang lebih intensif.

o    Jumlah personil pegawai Perhutani yang tidak seimbang dengan luas lahan yang harus di awasi.

o    Ketidaktegasan petugas Perum Perhutani dalam menjalankan aturan

Ketiga hal tersebut menyebabkan kawasan hutan yang digarap secara liar semakin luas dan kerusakan yang dialami semakin parah. Ketidak tegasan petugas dalam menjalankan aturan akan berpengaruh terhadap kredebilitas institusi di mata masyarakat. Masyarakat semakin berani untuk menggarap lahan di kawasan hutan karena dari kelompok-kelompok mereka yang telah lebih dahulu melakukan pengelolaan kawasan Hutan Produksi Terbatas tidak mendapat sanksi atas pelanggaran yang dilakukan. Anggota lain juga termotivasi untuk melakukan tindakan yang sama. Semakin lama mereka mendiami kawasan akan semakin memperkuat eksistensi mereka. Mereka juga menganggap bahwa mereka sudah mendiami kawasan hutan tersebut secara turun-temurun, bahkan seringkali memunculkan pemahaman di kalangan masyarakat dan di lingkup aparat pemerintahan, bahwa dengan menduduki dan menempati tanah selama sekian puluh tahun lamanya maka masyarakat menjadi berhak atas tanah kawasan hutan yang didudukinya dan karenya menurut anggapan mereka adalah wajar apabila masyarakat mengajukan permohonan hak atas tanah atau sertifikat (Eko. 2013).



C. Penyelesaian

Perum Perhutani sebagai Perusahaan yang diberi tugas untuk mengelola hutan di Jawa harus tegas dalam menjalankan tugas tersebut.  Perum Perhutani harus melihat kembali penugasan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999. Dalam Undang-undang  tersebut tercantum Pasal 1 angka 3 yang menyebutkan bahwa kawasan hutan diartikan sebagai wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.  Kewenangan  untuk menetapkan status hutan berada di tangan pemerintah.

Menurut Eko. 2009, Ideologi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam Indonesia tercermin dalam rumusan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945  dan kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang menegaskan mengenai Hak Menguasai dari Negara (HMN), sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat untuk mengatur hubungan-hubungan hukum dan perbuatan-perbuatan hukum warga negara yang menyangkut bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Perum Perhutani adalah BUMN bidang kehutanan yang diberi pelimpahan kewenangan pengelolaan hutan negara yang berada di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat serta Provinsi Banten kecuali hutan konservasi. Kewenangan untuk mengelola “hutan Jawa” ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan negara. Landasan hukum pelimpahan kewenangan pengelolaan hutan. Selain PP 72 Tahun 2010, landasan hukum Perum Perhutani dalam melaksanakan pengelolaan hutan dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 21 UU Kehutanan yang menyatakan bahwa “Pengelolaan hutan pada dasarnya merupakan kewenangan pemerintah (pusat) dan atau pemerintah daerah, namun mengingat kekhasan daerah serta kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan kemampuan pengelolaan secara khusus, maka pelaksanaan pengelolaan hutan di wilayah tertentu dapat dilimpahkan kepada BUMN yang bergerak di bidang kehutanan, baik berbentuk perusahaan umum (Perum), perusahaan jawatan (Perjan) maupun perusahaan perseroan (Persero), yang pembinaannya di bawah Menteri Kehutanan.”

Penegasan ini harus selalu disosialisasikan kepada semua masyarakat, stakeholder  dan juga petugas Perum Perhutani sendiri, agar semua dapat mengerti dan memahami. Masyarakat dan stakeholder  dapat memahami bahwa hutan negara mempunyai pengelola atas dasar delegasi atau pelimpahan kewenangan sehingga masyarakat tidak begitu saja dapat keluar masuk hutan dan memanfaatkan hutan tanpa ijin dari yang diberi kewenangan. Petugas Perum Perhutani juga bisa memahami bahwa mengelola hutan merupakan amanah dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah sehingga apabila tidak melaksanakan amanah dari Undang-Undang dan peraturan pemerintah terancam sanksi sesuai yang juga terdapat dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999. Pasal 78 ayat  (2) berbunyi Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Pasal 50 ayat (3) tersebut menyebutkan larangan  untuk (a)  mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; (b). merambah kawasan hutan; dan  (c). melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan. Petugas yang melakukan kelalaian dan pembiaran akan dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). Pada Pasal 104 jo. Pasal 27 Jo.  Pasal 12  Pembiaran dan tidak menjalankan tindakan sesuai kewenangan akan dikenai sanksi penjara 6 bln s/d 15 th serta denda 1 M s/d 7.5 M. Selain ketentuan tersebut, khusus untuk pejabat yaitu orang yang diperintahkan atau orang yang karena jabatannya memiliki kewenangan dengan suatu tugas dan tanggung jawab tertentu, dalam Pasal 105 disebutkan bahwa: Setiap pejabat yang  dengan sengaja melakukan pembiaran dalam melaksanakan tugas sehingga terjadi penggunaan kawasan hutan secara tidak sah  dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).



Daftar Pusataka



Anonim. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 tentang Kehutanan.

Anonim. 2010. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara

Santoso, Urip. 2009. Pengaruh Perambah terhadap Kerusakan Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Wilayah Kabupaten Seluma. https://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/04/05/pengaruh-perambah-terhadap-kerusakan-kawasan-hutan-produksi-terbatas-hpt-di-wilayah-kabupaten-seluma/ diunduh tanggal 4 Maret 2016 pukul 22.07 WIB

Eko, bambang Supriyadi. 2013. Hukum Agraria Kehutanan. Aspek Hukum Pertanahan Dalam Pengelolaan Hutan Negara. P.T. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
READ MORE - Hukum Bisnis : Penggarapan Liar Di Kawasan Hutan

Selasa, 05 Juli 2011

Manfaat Hukum Bisnis Internasional Pada Era Globalisasi

I.               PENDAHULUAN
Perkembangan aktivitas bisnis dewasa ini sangat pesat dan terus merambah ke berbagai bidang, baik barang maupun jasa. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa bisnis merupakan salah satu pilar penopang dalam pembangunan.

Kegiatan bisnis dalam pembangunan meliputi semua aktivitas yang dilakukan oleh orang atau badan secara teratur dan terus menerus yaitu berupa kegiatan mengadakan barang-barang atau jasa-jasa maupun fasilitas untuk diperjualbelikan, dipertukarkan atau disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

Dalam melakukan kegiatan bisnis, para pelaku  bisnis pasti tidak terlepas dengan hukum, karena hukum berperan mengatur bisnis agar bisa berjalan lacar, tertib dan aman sehingga keuntungan bisa diperoleh tidak hanya oleh satu pihak saja tetapi oleh semua pelaku bisnis.
Kemajuan suatu bisnis tidak akan berarti kalau kemajuan tidak berdampak pada kesejahteraan dan keadilan yang dinikmati merata oleh semua pelaku bisnis. Tidak ada penindasan oleh pengusaha kuat kepada pengusaha lemah dan tidak ada pelaku bisnis yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, sehingga tidak ada keseimbangan dalam tatanan bisnis. Disinilah peran hukum bisnis berguna untuk membatasi hal tersebut.
Dengan dibuatnya hukum bisnis, maka hukum bisnis tersebut harus dipelajari oleh para pelaku bisnis sehinga bisnisnya berjalan sesuai koridor hukum an tidak mempraktekkan bisnis yang bisa merugikan pelaku bisnis secara luas.

Dalam bisnis akan  muncul kerjasama-kerjasama bisnis yang beraneka ragam tergantung bisnis apa yang sedang dijalankan. Keanekaragaman kerjasama bisnis ini juga tentu saja akan melahirkan masalah dan tantangan yang baru. Oleh karenanya hukum harus siap untuk mengantisipasi setiap perkembangan yang muncul.

Selain itu, dengan perubahan tatanan dunia yang ditandai oleh perkembangan teknologi atau disebut era globalisasi, memungkinkan komunikasi dan informasi antara masyarakat internasional menjadi sangat mudah, sehingga kegiatan bisnis pun tidak terbatas hanya dalam satu negara saja (nasional) tetapi juga dengan berbagai negara yang ada di dunia (internasional). Sebagai akibat dari kegiatan bisnis secara internasional ini, maka muncul ketentuan-ketentuan bisnis atau hukum bisnis dan perdagangan internasional yang juga harus dipelajari dan diterapkan  karena hukum internasional itu merupakan aturan permainan dalam komunikasi dan perekonomianinternasional dan global.

Berdasarkan hal tersebut diatas, berikut disampaikan mengenai manfaat dari hukum bisnis internasional dalam era globalisasi.



II.            HUKUM BISNIS
a.    Hukum
Hukum  memiliki beberapa definisi disebabkan karena hukum banyak seginya dan meliputi segala macam yag menyebabkan tak mungkin orang membuat satu definisi apa sebenarnya hukum itu.
Namun menurut beberapa ahli, hukum didefinisikan sbb :
-      Van Vollenhoven, hukum adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergejolak terus menerus dalam keadaan bentur membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala lainnya.
-      SM. Amin, hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sangsi-sangsi.
-      E. Utrecht, hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
-      J.C.T. Simorangkir & Woerjono Sastroparnoto, hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menetukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang  berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan yaitu hukuman tertentu.
-      Soerojo Wignjodipoero, hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau perijinan untuk berbuat tidak berbuat sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam  kehidupan masyarakat.


Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat diuraikan sbb. :
-      Hukum dibuat secara tertulis yang terdiri dari kaedah yang mengatur kepentingan-kepentingan masyarakat maupun negara
-      Hukum tersebut dibuat oleh lembaga yang benar-benar diberi amanat untuk membuatnya oleh rakyat asal tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
-      Hukum dalam penegakannya dapat dipaksakan walaupun masyarakat menolaknya
-      Hukum tersebut adanya sesuatu yang harus dilaksanakan dan sesuatu harus ditinggalkan
-      Hukum tersebut apabila dilanggar maka mendapat sangsi yang langsung dapat diberikan walaupun melalui proses persidangan terlebih dahulu.

b.    Bisnis
Kata Bisnis berasal dari bussiness  yang berarti kegiatan usaha. Kata bisnis sering diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan secara teratur dan terus menerus, yaitu berupa kegiatan mengadakan barang dan jasa maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjualbelikan, dipertukarkan atau disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Secara umum bisnis berarti suatu kegiatan dagang, industri, dan keuangan

Secara umum, kegiatan bisnis dapat dibedakan menjadi 3 bidang usaha, yaitu :
·         Bisnis dalam arti kegiatan perdagangan (commerce), yaitu keseluruhan kegiatan jual beli yang dilakukan oleh orang-orang dan badan-badan,  baik di dalam negeri maupun di luar negeri ataupun antara negara untuk tujuan meperoleh keuntungan.
·                     Bisnis dalam arti kegiatan industri (industry) yaitu kegiatan memproduksi atau menghasilkan barang-barang yang nilainya lebih berguna dari asalnya, contoh : industri kehutanan, perkebunan, pertambangan, penggalian batu, pembuatan gedung, pabrik makanan, pakaian , kerajinan, pabrik, mesin, dll.
·                     Bisnis dalam arti kegiatan jasa-jasa (service), yaitu kegiatan yang menyediakan jasa-jasa yang dilakukan baik oleh orang maupun badan, contoh : jasa perhotelan, konsultan, asuransi, pariwisata, pengacara, akuntan, dll.
Bisnis internasional terjadi karena :
§     Adanya perbedaan karakteristik antar negara di bidang sumber daya alam, perbedaan iklim, geografi, struktur ekonomi dan sosial yang menyebabkan adanya perbedaan hasil komoditi.
§     Adanya interdependensi kebutuhan antara lain dalam :
Ø  Keunggulan dan kelemahan masing negara
Ø  Hasil komoditas suatu negara
Ø  Kekurangan dan kelebihan bahan mentah antar negara

c.    Hukum Bisnis Internasional
Dari definisi-definisi di atas, maka hukum bisnis (business law) dapat diartikan sebagai hukum yang berkenaan dengan suatu bisnis atau seperangkat kaidah-kaidah hukum yang diadakan untuk mengatur serta menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam aktivitas antar manusia khususnya dalam bidang perdagangan.

Kegiatan bisnis dilakukan oleh orang-orang dan badan-badan,  baik di dalam negeri maupun di luar negeri ataupun antara negara untuk tujuan meperoleh keuntungan. Oleh karenanya hukum bisnis yang mengatur kegiatan tersebut juga berbeda sesuai dengan kepentingannya dan penerapannya baik untuk satu negara, antar negara, dalam negeri maupun luar negeri (internasional).
Definisi hukum bisnis internasional menganalogi pada hukum dagang internasional adalah sebagai suatu kumpulan aturan, prinsip, norma dan praktek yang menciptakan suatu pengaturan (regulatory  regime) untuk transaksi-transaksi bisnis internasional dengan sistem pembayarannya, yang memiliki dampak perilaku komersial lembaga-lembaga perdagangan (Rafiqul Islam dalam Adolf. 2004). Kegiatan-kegiatan kokemersial tersebut dapat dibagi ke dalam kegiatan komersial yang berada dalam ruang lingkup hukum perdata internasional atau conflict of law; busnis antar pemerintah atau antar negara, yang diatur oleh hukum internasional publik.

III.       TUJUAN, RUANG LINGKUP DAN MANFAAT MEMPELAJARI HUKUM BISNIS INTERNASIONAL
a.    Tujuan dan Fungsi
Hukum yang diberlakukan memiliki tujuan hukum yaitu untuk mengatur pergaulan hidup secara damai. Dari tujuan hukum tersebut, maka tujuan hukum bisnis mengacu pada tujuan hukum. Tujuan dari hukum bisnis internasional adalah adanya keadilan, ketertiban dan kepastian hukum bagi pelaku bisnis yang berbeda negara dalam menjalankan kegiatan bisnisnya

b.    Ruang Lingkup
Ruang lingkup hukum bisnis internasional sangat luas. Karena ruang lingkup kajian bidang hukum ini sifatnya adalah lintas batas atau transnasional, konsekuensinya adalah terkaitnya lebih dari satu sistem hukum yang berbeda.
c.    Manfaat Mempelajari Hukum Binis Internasional
Relevansi hukum bisnis internasional semakin menonjol sejak lintas niaga masuk ke dalam dunia tanpa batas atau globalisasi ekonomi. Bagi Indonesia sendiri, tepatnya setelah meratifikasi persetujuan internasional di bidang perdagangan dalam suatu organisasi internasional yag dikenal dengan World Trade Organization (WTO), karena dengan demikian Indonesia harus mematuhi segala ketentuan yang berlaku bagi semua negara anggota WTO dengan segala konsekuensinya.
Realita ini menempatkan Indonesia untuk benar-benar dan bersungguh-sungguh mengikuti dan mengembangkan hukum bisnis internasional, terutama dalam pelaksanaannya atau penegakan hukumnya, dimana semua penegak hukum dan pelaku hukum dalam lintas bisnis nasional dan internasional. Hal ini berarti, kekeliruan dalam pengelolaannya akan berakibat dirugikannya Indonesia dalam perdagangan internasional atau perdagangan bebas, bahkan dampaknya tidak hanya menyangkut para pihak dalam perjanjian bisnis internasional melainkan juga rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Oleh karena itu banyak manfaat yang bisa diperoleh oleh para pelaku bisnis di Indonesia dengan mempelajari hukum bisnis internasional ini, yaitu :
-      Hukum bisnis internasional sebagai sumber informasi yang berguna bagi praktisi bisnis internasional.
-      Para pelaku bisnis dapat memahami hak-hak dan kewajibannya dalam praktek bisnis internasional.
-      Agar terwujud watak dan perilaku aktivitas di bidang bisnis internasional yang berkeadilan, wajar, sehat dan dinamis (yang dijamin oleh kepastian hukum).
-      Agar para pelaku bisnis internasional dapat mengetahui hukum yang harus dipatuhi dalam menjalankan bisnisnya sehingga tidak melanggar hukum atau melakukan bisnis yang ilegal dan menyebabkan kerugian baik pelaku bisnis itu sendiri maupun masyarakat luas di negara dimana dilakukan bisnis internasional tersebut.
-      Para pelaku bisnis bisa melakukan pengawasan terhadap jalannya bisnis internasional yang dijalaninya.
-      Agar pelaku bisnis mempunyai posisi tawar yang tinggi karena sudah mengetahui model-model hukum bisnis internasional dan dapat memperoleh keuntungan dari bisnis internasional yang dilakukannya.

IV.           KESIMPULAN
Setiap pelaku bisnis internasional harus mengerti hukum bisnis internasional, agar tidak terjadi kekeliruan dalam pengelolaan bisnis internasional yang dilakukannya sehingga tidak mengalami kerugian.

Terkait dengan dampak perdagangan internasional abd XXI ini, tidak ada kata lain kecuali harus menempatkan manajemen hukum bisnis internasional sebagai misi strategis dalam mewujudkan ketahanan ekonomi nasional di tengah era globalisasi yang sudah dan sedang
Berlangsung akhir-akhir ini.

Semakin baik dalam suatu negara hukum itu berfungsi, maka semakin tinggi tingkat kepastian hukum nyata. Sebaliknya bila suatu negara tidak memiliki sistem hukum yang brfungsi secara otonom, maka semakin kecil pula tingkat kepastian hukumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ramon. Tiar. 2009. HUKUM BISNIS. http://tiarramon.com/blog/?p=49. Diakses 30 Januari 2011
READ MORE - Manfaat Hukum Bisnis Internasional Pada Era Globalisasi

Selasa, 07 Juni 2011

Penyimpangan Etika Bisnis

I.            PENDAHULUAN
Etika merupakan pemikiran kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun kelompok (Yosephus. 2010).

Dalam suatu bisnis, mempraktekkan etika berarti mempraktekkan tata cara bisnis yang sopan dan santun  sehigga kehidupanbisnis bisa menyenangkan karena saling menghormati, menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Penyimpangan atau pelangaran etika bisnis bisa terjadi ketika hal-hal tersebut tidak dipatuhi oleh para pelaku bisnis.

Di Indonesia, banyak terjadi masalah  penyimpangan etika bisnis, bahkan sampai pada tataran yang bisa menyebabkan bencana nasional. Berikut  uraian mengenai etika bisnis, penerapan etika bisnis dan penyimpangan etika bisnis yang terjadi di Indonesia baik dalam tingkatan masyarakat, perusahaan maupun negara.


II.         ETIKA BISNIS
Menurut KNKG (2010), pengertian Etika bisnis mengacu pada penerapan prinsip-prinsip etika pada suatu kondisi bisnis, khususnya dalam menghadapi situasi dilematis dalam bisnis (business dilemma). Dilema bisnis timbul bilamana terdapat situasi bisnis, dimana keputusan yang diambil menghadapi dua atau lebih pilihan yang mempunyai dampak yang berbeda yang akan mempengaruhi :
a.    Kemampuan bersaing perusahaan dan profitabilitasnya dan
b.    Pengaruh yang kurang baik bagi para pemangku kepentingan lainnya.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1.    Pengendalian diri
2.    Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3.    Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4.    Menciptakan persaingan yang sehat
5.    Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6.    Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7.    Mampu menyatakan yang benar itu benar
8.    Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
9.    Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuh-kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan

III.      PRINSIP PENERAPAN ETIKA BISNIS DAN CIRI BISNIS YANG BERETIKA
3.1.       Prinsip Penerapan Etika Bisnis
Berikut ini adalah 10 Prinsip di dalam menerapkan Etika Bisnis yang positif:
1.     Etika Bisnis itu dibangun berdasarkan etika pribadi: Tidak ada perbedaan yang tegas antara etika bisnis dengan etika pribadi. Kita dapat merumuskan etika bisnis berdasarkan moralitas dan nilai-nilai yang kita yakini sebagai kebenaran.
2.     Etika Bisnis itu berdasarkan pada fairness. Apakah kedua pihak yang melakukan negosiasi telah bertindak dengan jujur? Apakah setiap konsumen diperlakukan dengan adil? Apakah setiap karyawan diberi kesempatan yang sama? Jika ya, maka etika bisnis telah diterapkan.
3.     Etika Bisnis itu membutuhkan integritas. Integritas merujuk pada keutuhan pribadi, kepercayaan dan konsistensi. Bisnis yang etis memperlakukan orang dengan hormat, jujur dan berintegritas. Mereka menepati janji dan melaksanakan komitmen.
4.     Etika Bisnis itu membutuhkan kejujuran. Bukan jamannya lagi bagi perusahaan untuk mengelabuhi pihak lain dan menyembunyika cacat produk. Jaman sekarang adalah era kejujuran. Pengusaha harus jujur mengakui keterbatasan yang dimiliki oleh produknya.
5.     Etika Bisnis itu harus dapat dipercayai. Jika perusahaan Anda terbilang baru, sedang tergoncang atau mengalami kerugian, maka secara etis Anda harus mengatakan dengan terbuka kepada klien atau stake-holder Anda.
6.     Etika Bisnis itu membutuhkan perencanaan bisnis. Sebuah perusahaan yang beretika dibangun di atas realitas sekarang, visi atas masa depan dan perannya di dalam lingkungan. Etika bisnis tidak hidup di dalam ruang hampa. Semakin jelas rencana sebuah perusahaan tentang pertumbuhan, stabilitas, keuntungan dan pelayanan, maka semakin kuat komitmen perusahaan tersebut terhadap praktik bisnis.
7.     Etika Bisnis itu diterapkan secara internal dan eksternal. Bisnis yang beretika memperlakukan setiap konsumen dan karyawannya dengan bermartabat dan adil. Etika juga diterapkan di dalam ruang rapat direksi, ruang negosiasi, di dalam menepati janji, dalam memenuhi kewajiban terhadap karyawan, buruh, pemasok, pemodal dll. Singkatnya, ruang lingkup etika bisnis itu universal.
8.     Etika Bisnis itu membutuhkan keuntungan. Bisnis yang beretika adalah bisnis yang dikelola dengan baik, memiliki sistem kendali internal dan bertumbuh. Etika adalah berkenaan dengan bagaimana kita hidup pada saat ini dan mempersiapkan diri untuk masa depan. Bisnis yang tidak punya rencana untuk menghasilkan keuntungan bukanlah perusahaan yang beretika.
9.     Etika Bisnis itu berdasarkan nilai. Perusahaan yang beretika harus merumuskan standar nilai secara tertulis. Rumusan ini bersifat spesifik, tetapi berlaku secara umum. Etika menyangkut norma, nilai dan harapan yang ideal. Meski begitu, perumusannya harus jelas dan dapat dilaksanakan dalam pekerjaan sehari-hari.
10.  Etika Bisnis itu dimulai dari pimpinan. Ada pepatah, “Pembusukan ikan dimulai dari kepalanya.” Kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap corak lembaga. Perilaku seorang pemimpin yang beretika akan menjadi teladan bagi anak buahnya
Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga yang tidak dapat ditawar lagi. Seorang konsumen yang tidak puas, rata-rata akan mengeluh kepada 16 orang di sekitarnya. Dalam zaman informasi seperti ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan massif. Memperlakukan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis, adil dan jujur adalah satu-satunya cara supaya kita dapat bertahan di dalam dunia bisnis sekarang.

3.2. Ciri dari bisnis yang Bertetika

a.         Tidak merugikan orang lain atau pebisnis lain
b.        Tidak menyalahi aturan-aturan
c.         Tidak melanggar hukum
d.        Tidak menciptakan suasana keruh pada saingan bisnis
e.          Ada izin usaha yang jelas dan juga sah secara aturan dan hukum


IV.        PENYIMPANAN/PELANGGARAN ETIKA BISNIS DI INDONESIA
Di Indonesia, etika bisnis merupakan sesuatu yang lama tetapi sekaligus baru. Sebagai sesuatu yang bukan baru, etika bisnis eksis bersamaan dengan hadirnya bisnis dalam masyarakat Indonesia, artinya usia etika bisnis sama dengan usia bisnis yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.Dalam memproduksi sesuatu kemudian memasarkannya, masyarakat Indonesia tempo dulu juga telah berpatok pada pertimbangan-pertimbangan untung dan rugi. Namun dengan ciri khas masyarakat Indonesia yang cinta damai, maka masyarakat Indonesia termotivasi untuk menghindari konflik-konflik kepentingan termasuk dalam dunia bisnis.

Secara normatif, etika bisnis di Indonesia baru mulai diberi tempat khusus semenjak diberlakukannya UUD 1945, khususnya pasal 33. Satu hal yang relevan dari pasal 33 UUD 45 ini adalah pesan moral dan amanat etis bahwa pembangunan ekonomi negara RI semata-mata demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang merupakan subyek atau pemilik negeri ini. Jadi pembangunan ekonomi Indonesia sama sekali tidak diperuntukkan bagi segelintir orang untuk memperkaya diri atau untuk kelompok orang tertentu saja yang kebetulan tengah berposisi strategis melainkan demi seluruh rakyat Indonesia.

Dua hal penting yang menjadi hambatan bagi perkembanan etika bisnis di Indonesia adalah budaya masyarakat Indonesia dan konsisi sosial-politik di Indonesia.
Hal yang menghambat etika bisnis di indonesia dari segi budaya adalah masih menguatnya prinsip kekeluargaan dalam masyarakat.
Hampir semua perselisihan atau pertentangan antar kelompok diharapkan akan beres begitu saja, jika pendekatan yang dipakai adalah kekeluargaan. Secara etika bisnis, hal ini tidak memadai. Misalnya atas nama kekeluargaan seseorang yang meskipun kekurangan uang dapat membeli barang dari seorang pebisnis yang memiliki pertalian keluarga dengan cara tidak lunas dengan janji lisan akan membayar atau melunasi barang tersebut beberapa saat kemudian. Secara kekeluargaan mungkin memadai, tetapi tidak memadai secara etika bisnis. Apalagi kenyataan juga membuktikan bahwa atas nama kekeluargaan janji-jani seperti itu kerap tidak ditepati, seperti misalnya dalam contoh di atas merasa sungkan untuk menagih apa yang dijanjikan kerabatnya itu.
Bukti ilmiah bahwa secara moral prinsip kekeluargaan tidak memadai dapat ditemukan dalam teori Lawrence Cohlberg tentang tahap-tahap perkembangan kompetensi penilaian moral Yosephus. 2010).  Moralitas, menurut Cohlberg,  pada tahap ketiga, acuan penilaian tentang yang baik dan buruk didasarkan pada penilaian kelompok akrab (keluarga, teman, guru, dll.). Namun, moralitas seperti itu belum memadai untuk dunia yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan anonim seperti negara, bangsa dan agama atau nilai fairness dan otonomi moral. Tindakan memakai barang sebelum melunasi barang tersebut dengan sendirinya mengancam tatanan sosial-ekonomi masyarakat (tahap ke-empat). Selain itu,  tindakan  menggunakan barang sebelum dilunasi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain, yakni mendapatkan bayaran atas barang yang laku terjual atau barang yang telah dibeli. Pada tahap kelima, menurut Cohlberg, perjanjian jual beli harus ditaati, namun prinsip kekeluargaan yang dianut telah menodai hal tersebut.

Kondisi sosial politik Indonesia juga menghambat perkembangan etika bisnis bila dilihat dalam konteks etika bisnis dengan menyentuh peran negara dalam sistem perekonomian nasional.. Peran pemerintah sebagai regulator sangat menentukan tinggi rendahnya kesejahteraan rakyat. Menurut banyak penelitian, terdapat sejumlah kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi dan bisnis semestinya dikaji dan dipertimbangkan kembali karena belum sepenuhnya memihak kepada kepentingan rakyat, misalnya infus uang negara kepada bank-bank swasta (BLBI), bantuan langsung tunai, BLT, Kasus Bank Duta atau  kasus bank century

Secara imperatif katagoris, kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan BLBI belum memadai. Suara-suara kontra yang mempersoalkan kebijakan ekonomi pemerintah sebagai kebijakan yang tidak populis merupakan indikatornya. Pemebrian BLBI tanpa pengontrolan yang melekat dan tanpa sangsi hukum yang jelas dan tegas akan memberi peluang kepada penerima BLBI untk mencari celah-celah dan menyalahgunakan bantuan tersebut. Bantuan yang diterima akan dianggap sebagai kesempatan emas untuk sesuatu yang lain di luar tujuan asalnya. Bantuan tersebut tidak dipakai sebagai sarana penyadaran, pembelajaran dan penigkatan tanggung jawab moral bagi si penerima karena absennya pengawasan dan penegakan hukum secara ketat.
Hal yang sama juga terjadi pada kasus BLT kepada rakyat yang tidak mampu. Akurasi penentuan rakyat mana yang mampu dan yang tidak mampu dipertanyakan banyak pihak. Ternyata sikap kekeluargaan masih kuat mempengaruhi proses penetapan siapa yang sepatutnya menerima BLT. Jumlah BLT yang diterima oleh yang berhak di sejumlah daerah dengan besaran yang tidak utuh juga patut dipersoalkan secara moral. Hal lain yang patut disoroti dari BLT adalah sikap mental para penerimanya. Dalam diri penerima BLT, akan timbul sikap ketergantungan kepada pemerintah. Hal ini tentu berpotensi akan memperlemah daya juang mereka untuk hidup. Mereka dikondisikan untk menjadi penerima bantuan, bukan dididik untuk menjadi mandiri. Hal yang tentu bertentangan dengan  tanggung jawab moral dan hormat terhadap diri sendiri. Kemampuan penerima BLT untuk mengembangkan diri direlativisir oleh pemberian BLT. Apalagi, hakikat bLT hanya merupakan kebijkana pemerintah yang secara hukum hanya diperkenankan menjabat selama dua periode. Tidak ada kepastian periode selanjutnya akan melanjutkan kebijakan tersebut. Hal yang perlu menjadi pertimbangan yang matang  tidak hanya diperlukan sehubungan dengan kelanjutan kebijakan tersebut, tetapi juga penghentiannya karena kedua alternatif tersebut sama-sama mengandung resiko yang serius. Dengan demikian, secara moral, pemberian BLT semestinya dipikirkan secara menyeluruh.

Pada tingkat perusahaan di Indonesia, juga terjadi pelanggaran etika bisnis. Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran, terutama dalam kinerja keuangan peusahaan karena tidak  lagi membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik.
Kasus pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia sebagao contoh adalah kasus pelanggaran dalam penyampaian laporan keuangan.  Hampir 6,91% dari perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap menyampaikan laporan keuangannya. Hal ini menunjukkan kecurangan untk meraih kemenangan. Laporan yang tidak transparan dapat menimbulkan hubungan istimewa (kolusi dan memberikan peluang untuk korupsi. Tingkat perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga sangat menentukan karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak memberikan perhatian pada perilaku etis, maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan berdampka pula pada kinerja keuangannya. Praktek ini bisa merugikan kerugian perusahaan lain, masyarakat maupun negara.

Contoh lain adalah kasus TM On pada perusahaan Telkomsel. Dimana untuk mendapatkan layanan gratis menelepon ke sasama operator selama 5.400 detik (90 menit), pulsa pelanggan akan dikurangi Rp 3.000 setelah mendaftar melalui SMS TM ON yang dikirim ke nomor operator. Namun pelanggan sering kecewa karena layanan selalu gagal dan hanya dijawab dengan pernyataan maaf dengan alasan penyebabnya adalah karena sistem  di operator seluler tersebut sedang sibuk dan disuruh mencoba lagi, namun pulsa tetap dikurangi, dan apabila terus dicoba tetap juga gagal, sedangkan pulsa terus dikurangi. Permasalahan  tersebut dianggap sebagai manipulasi karena terjadi misleading atau perbedaan antara realisasi dengan janji, yang dapat mengakibatkan kerugian kepada pelanggan dan keuntungan  yang diperoleh oleh operator tersebut  yag didapatkan dari praktek manipulasi iklan tersebut. Walaupun hanya mengurangi Rp 3.000 per sms, namun jika kejadian tersebut dialami satu juta pelanggan saja dari sekian puluh juta pelanggan telkomsel, maka terdapat dana Rp 3 miliar.

Selain itu masih banyak pelanggaran-pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral, praktek kecurangan, korupsi, kolusi maupun nepotisme.

Konsep etika bisnis tidak akan terlaksana apabila setiap orang atau perusahaan tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Apabila semua etika bisnis telah disepakati, sementara pengusaha atau pihak lain mencoba untuk melakukan kecurangan demi kepentingan perusahaannya sendiri, maka semua konsep etika bisnis akan gugur satu demi satu. Oleh karena itu etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak terlepas dari elemen-elemen lain, baik perusahaan lain, masyarakat maupun negara

Agar etika bisnis dapat diterapkan pada seluruh elemen yang ada baik masyarakat, perusahaan maupun negara,  maka ketentuan-ketentuan hukum yang memenuhi persyaratan  harus ada dan sudah ada dipatuhi dan dilaksanakan. Peraturan perundangan maupun kebijakan yang berpihak hanya kepada sekelompok orang tidak dibenarkan termasuk keputusan yang tidak jelas dasar hukumnya. Penerapan sangsi yang jelas dan tegas kepada semua elemen yang melanggar akan memberikan jaminan kelanggengan dan keasrian kepada bisnis sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan standar hidup manusia secara ekonimis.




V.           KESIMPULAN
Penerapan etika bisnis di Indonesia masih lemah. Sikap kekeluargaan yang masih begitu kuat dalam budaya-budaya kesukuan tertentu di Indonesia dapat menjadi penghambat penerapan etika bisnis.

Selain itu  kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak tepat sebagai regulator dalam sistem perekonomian nasional juga sangat mempengaruhi penerapan etika bisnis di indonesia.
Untuk  tingkatan perusahaan di indonesia, juga masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran etika bisnis

Dalam kaitannya dengan kewajiban beretika dalam dunia bisnis, terdapat sedikitnya tiga pihak yang seharusnya beretika, yaitu pebisnis, pemerintah dan konsumen atau pelanggan serta masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung ikut terjaring dalam sebuah proses bisnis.

Dengan adanya aturan yang dibuat dengan sangsi yang tegas dan jelas jika aturan tersebut tidak dilaksanakan, maka akan tercipta kelanggengan dan keasrian kepada bisnis sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan standar hidup manusia secara ekonimis.

DAFTAR PUSTAKA
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2010. PEDOMAN ETIKA BISNIS PERUSAHAAN. Penerbit P.T. Elex Media  Komputindo. Jakarta.
Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Etika Dunia Usaha Atau Etika Bisnis Dalam Pembangunan.  http://www.ginandjar.com/public/20Peresmian LSPEU.pdf. Diakses Januari 2010
Yosephus, Sinuor L. 2010. Etika Bisnis. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta.
READ MORE - Penyimpangan Etika Bisnis