Selasa, 07 Juni 2011

Plagiarisme

1.   Pengertian
Plagiarisme berasal dari kata Plagiarism yang artinya praktek mengklaim, atau menyatakan secara langsung, penulisan asli, atau menggabungkan bahan-bahan dari tulisan atau karya kreatif orang lain secara sebagian atau seluruhnya, ke dalam tulisan atau karya sendiri, tanpa pengakuan yang mencukupi (practice of claiming, or implying, original authorship, or incorporating material from someone else's written or creative work in whole or in part, into ones own, without adequate acknowledgment) (Wikipedia,2009).

Ensiklopedia bebas atau kamus online Wikipedia Bahasa Indonesia mengartikan plagiarisme sebagai “penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. (Wikipedia, 2009)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdapat beberapa arti sbb. (Nias. 2008) :
a.    Plagiarisme berarti penjiplakan yang melanggar hak cipta, yaitu hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang.
b.    Plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan / pendapat sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri.
c.    Plagiator atau penjiplak yaitu orang yang melakukan plagiat atau orang yang mengambil karangan (pendapat dsb) orang lain dan disiarkan sebagai karangan sendiri.

2.   Penggolongan dan Pembatasan Plagiarisme
a.    Penggolongan
Dalam ensiklopedia bebas (Wikipedia), yang digolongkan sebagai plagiarisme adalah sbb. :
·         Menggunakan tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas (misalnya dengan menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda) bahwa teks tersebut diambil persis dari tulisan lain
·         Mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang sumbernya
Sedangkan menurut Felicia Utorodewo dkk. dalam bukunya Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah yang terdapat dalam Wikipedia, hal-hal berikut digolongkan sebagai tindakan plagiarisme :
·     Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri,
·     Mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri
·     Mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri
·     Mengakui karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri,
·     Menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya
·     Meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak langsung) tanpa menyebutkan sumbernya, dan
·     Meringkas dan memparafrasekan dengan menyebut sumbernya, tetapi rangkaian kalimat dan pilihan katanya masih terlalu sama dengan sumbernya.

Hal-hal yang tidak tergolong plagiarisme:
·     Menggunakan informasi yang berupa fakta umum.
·     Menuliskan kembali (dengan mengubah kalimat atau parafrase) opini orang lain dengan memberikan sumber jelas.
·     Mengutip secukupnya tulisan orang lain dengan memberikan tanda batas jelas bagian kutipan dan menuliskan sumbernya.

b. Pembatasan
Dalam mengutip pastikan harus dicantumkan sumber kutipannya. Jika itu satu kalimat, tulis satu kalimat. Bila itu satu paragraf, ya tulis juga satu paragraf dan serta sumbernya. Biasanya sih kutipan itu kita cantumkan untuk memperkuat argumentasi kita dalam sebuah tulisan. Bahwa pendapat yang kita sampaikan itu memang pernah juga disampaikan oleh penulis lain atau sama dengan penulis lain. Sehingga nilai argumentasi kita bisa dipertanggungjawabkan. Jika pun misalnya pendapat kita adalah sedikit berbeda dengan pendapat yang kita kutip, maka kutipan tersebut kita jadikan sebagai pijakan dan merupakan inspirasi dari pendapat yang kita kemukakan setelah melalui modifikasi tentunya.
 
Maka, plagiator adalah orang yang mencontek (copy-paste) karya orang lain, mungkin dia mengutip satu pendapat dari orang lain sampai satu kalimat persis bahkan satu paragraf dan satu artikel sekalipun dan menuliskannya serta mempublikasikannya kepada orang lain bahwa karya tersebut adalah hasil karyanya. Tentu saja ini perbuatan tidak menyenangkan dan bisa merugikan orang lain (dan juga merugikan dirinya jika suatu saat ternyata ada orang yang mengetahui perbuatannya).
 
Mengolah artikel terjemahan, bisa disebut plagiat jika karya terjemahan tersebut kita akui sebagai penulisnya, padahal faktanya kita adalah penerjemahnya. Mengubah suatu artikel terjemahan sampai 50% dari total artikel tersebut, tidak termasuk aktivitas plagiat jika kita bermaksud memberikan penilaian atau interpretasi atas artikel tersebut dan tentu mencantumkan sumber asli terjemahan dari artikelnya. Misalnya, sebuah tulisan berbahasa Inggris dari sebuah kantor berita asing, kita terjemahkan dan kita permak lagi menurut pendapat kita, tidak disebut sebagai plagiat jika kita mencantumkan di bagian belakang tulisan dengan kalimat seperti ini: "Diolah dari AFP dsb" .
 

3.   Plagiarisme Pada Beberapa Bidang Kegiatan

Dengan merujuk pada pengertian-pengertian di atas, maka sebenarnya hampir setiap hari kita menyaksikan plagiarisme, plagiat dan plagiator, baik yang sengaja maupun yang tidak. Para ‘pakar’ dalam berbagai bidang tidak jarang melontarkan pendapat yang sebenarnya merupakan hasil penelitian atau pendapat orang lain sebelumnya untuk menganalisis atau menjelaskan suatu topik aktual di bidang tertentu. Pada umumnya mereka ‘malas’ menjelaskan bahwa analisis atau pendapat itu berasal dari orang lain dan mereka hanya sekedar mengulangi atau meminjam pendapat tersebut. Demikian juga seorang pejabat yang membuka suatu pertemuan ilmiah, bisa mengambil secara tak sengaja pendapat orang lain. Hal itu dapat terjadi, misalnya, apabila konsep sambutan tersebut dibuat oleh orang lain (staf yang dia tunjuk untuk itu), yang barangkali kurang faham akan tatakrama pengutipan pendapat orang lain. Dalam keseharian para peneliti di lingkungannya, plagiarisme bisa terjadi di antara sesama mereka, misalnya melalui diskusi yang bisa melahirkan gagasan-gagasan asli dari seseorang tetapi gagasan-gagasan itu kemudian menjadi ‘milik bersama’ atau milik seseorang yang sebenarnya tidak berhak.
Berikut dibahas bentuk-bentuk plagiarisme yang terjadi pada beberapa bidang  kegiatan :

a.   Plagiarisme Pada Literatur

Plagiarisme dalam literatur terjadi ketika seseorang mengaku atau memberi kesan bahwa ia adalah penulis asli suatu naskah yang ditulis orang lain, atau mengambil mentah-mentah dari tulisan atau karya orang lain atau karya sendiri (swaplagiarisme) secara keseluruhan atau sebagian, tanpa memberi sumber (Wikipedia. 2008).

b.   Plagiarisme pada Bidang Akademis

Selain masalah plagiarisme biasa, swaplagiarisme juga sering terjadi di dunia akademis. Swaplagiarisme adalah penggunaan kembali sebagian atau seluruh karya penulis itu sendiri tanpa memberikan sumber aslinya. Menemukan swaplagiarisme sering kali sulit karena masalah-masalah hukum yang berkaitan dengan fair use. Beberapa organisasi profesional seperti Association for Computing Machinery memiliki kebijakan untuk menangani hal ini.

Contoh :
·         James A. Mackay, seorang ahli sejarah Skotlandia, dipaksa menarik kembali semua buku biografi Alexander Graham Bell yang ditulisnya pada 1998 karena ia menyalin dari sebuah buku dari tahun 1973. Ia juga dituduh memplagiat biografi Mary Queen of Scots, Andrew Carnegie, dan Sir William Wallace. Pada 1999 ia harus menarik biografi John Paul Jones tulisannya dengan alasan yang sama.
·         Ahli sejarah Stephen Ambrose dikritik karena mengambil banyak kalimat dari karya penulis-penulis lain. Ia pertama dituduh pada 2002 oleh dua penulis karena menyalin sebagian tulisan mengenai pilot-pilot pesawat pembom dalam Perang Dunia II dari buku karya Thomas Childers The Wings of Morning dalam bukunya The Wild Blue. Setelah ia mengakui plagiarisme ini, New York Times menemukan kasus-kasus plagiarisme lain.
c. Plagiarisme dalam blog/web/internet
Banyak orang yang membuat atau mempunyai blog, tapi tidak mempunyai kemampuan menulis, sedangkan blog harus di-up date, akhirnya mereka meng-Copy Paste tulisan orang. Hal tersebut dibolehkan asal sumber atau linknya disebutkan sehingga pembaca tahu bahwa tulisan itu bukan karangan kita. Jika tidak menyebutkan sumbernya, maka itulah yang disebut plagiarisme.
Kita bisa menggunakan jasa situs penyedia jasa proteksi plagiarism, Copyscape.com, untuk setidaknya mengingatkan pembaca blog kita agar tidak melakukan copy paste sembarangan. Menurut Copyscape.com, plagiarism merupakan masalah serius dan meluas di dunia maya.  “Kapan saja seseorang dapat menyalin isi situs Anda untuk dimuat di situsnya sendiri. Setelah melakukan perubahan alakadarnya, mereka akan mengklaim tulisan Anda sebagai tulisan mereka,”.
“Plagiarism is a serious and growing problem on the Web. At any moment, anyone in the world can copy your online content and instantly paste it onto their own site. After making minor changes, they will claim your content as their own.”
Bahkan komunitas blogger pun sudah peduli soal kode etik blogger, seperti ditulis oleh Bung Hery Azwan, dengan judul “10 Kode Etik Blogger Indonesia”, . Salah satunya, “Menyebutkan sumber tulisan, jika mengutip tulisan dari blog lain.”  (Romeltea. 2008).

d. Plagiarisme dalam Jurnalistik
Dalam konteks jurnalistik, plagiarisme adalah mengutip berita media atau wartawan lain tanpa menyebutkan sumbernya sehingga seolah-olah berita tersebut buatan sendiri.  Ini melanggar kode etik jurnalistik yang mengharuskan penyebutan sumber ketika mengutip berita apalagi “copy paste”.
 “Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat” (Kode Etik Wartawan Indoensia).

e.   Plagiarisme dalam Penelitian, jurnal, karya tulis dan karya ilmiah

Dalan Nias. 2008 dibahas bahwa dalam tesis-tesis S2 dan S3, pada bagian depan, berdekatan / berdampingan dengan halaman “Acknowledgement” dan “Abstract” biasanya ada halaman deklarasi (declaration page) yang berisikan pernyataan keaslian / orisinalitas dari tesis tersebut, serta pernyataan bahwa tesis tersebut belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Bunyi deklarasi tersebut adalah sebagai berikut:
This thesis contains no material which has been accepted for the award of any other degree in any university and, to the best of my knowledge and belief, contains no material previously published or written by another person, except where due reference is made in the text.” 
Deklarasi dari penulis tesis merupakan jaminan bahwa yang bersangkutan dalam menyusun tesisnya telah berusaha maksimal melacak berbagai tesis-tesis sebelumnya, termasuk literatur-literatur ilmiah lainnya untuk memastikan bahwa tesisnya adalah orisinal. Pengutipan atau perujukan terhadap karya-karya tulis ilmiah dimungkin sejauh hal itu relevan.
Jurnal-jurnal ilmiah juga mempersyaratkan setiap karya tulis yang akan dipublikasikan harus asli dan tidak pernah dipublikasikan sebelumnya. Persyaratan tentang hal ini biasanya diberikan pada halaman “instruksi untuk penulis” (Instructions to Authors) dari jurnal tersebut. Untuk memperkecil kemungkinan (jadi tidak menghilangkan samasekali kemunginan) terjadinya praktek plagiat dalam karya tulis ilmiah, selain melalui penyunting, naskah yang akan dipublikasikan masih perlu melalui penyaringan para penilai. Apabila karya plagiat masih lolos melalui saringan ini, masih ada saringan terakhir, yaitu para pembaca dari karya tulis itu sendiri, walaupun hal itu terjadi setelah publikasi dari karya tulis tersebut.
Plagiarisme atau plagiat dapat terjadi karena tak disengaja, misalnya karena kurang memahami tatakrama pengutipan atau perujukan gagasan atau pendapat orang lain, atau bisa juga karena keterbatasan pelacakan sumber-sumber informasi dari literatur-literatur ilmiah. Oleh sebab itu, setiap penulis harus berusaha maksimal untuk memastikan bahwa karya tulisnya bukan buah karya orang lain.
Dalam karya tulis penelitian banyak informasi dan gagasan-gagasan dari kerja peneliti lain (yang terdahulu) dimasukkan ke dalamnya. Tujuan pemasukan informasi dan gagasan-gagasan dari karya tulis peneliti lain, sebagaimana diuraikan sebelumnya adalah untuk melakukan tinjauan atas hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya, sekaligus untuk menyoroti kelemahan-kelemahan yang ditemukan. Atau sebaliknya, pemasukan tersebut bermaksud untuk memperkukuh pernyataan atau gagasan itu dengan membeberkan sejumlah bukti-bukti ilmiah yang baru dari hasil penelitian yang dilakukan. Semua gagasan dan pendapat yang dirujuk itu harus ditampilkan dengan jelas dalam tulisan sehingga mereka terlihat sebagai karya orang lain dan bukan karya sendiri.
Dalam karya tulis ilmiah, informasi atau karya orang lain yang dirujuk tidak hanya muncul dalam bentuk kalimat biasa tetapi juga dalam bentuk rumus matematik, angka-angka yang dituangkan dalam tabel-tabel, gambar atau foto-foto.
Hal lain yang harus dicamkan ialah agar informasi atau gagasan-gagasan orang lain yang dimasukkan dalam karya tulis yang akan dibuat harus tepat seperti yang dimaksudkan pemilik gagasan asli. Dengan kata lain, penulis jangan salah mengartikan pendapat orang lain yang akan dimasukkan dalam karya tulisnya. Untuk menghindari hal itu, sebelum merujuk gagasan atau pendapat tersebut, si peneliti harus terlebih dahulu memahami betul arti dari pernyataan atau tulisan penulis aslinya, kalau perlu dengan membacanya berulang-ulang atau dengan mendiskusikannya dengan rekan lain yang mengerti masalah itu.
Semua ide atau pendapat dari peneliti lain yang dimasukkan dalam karya tulis seharusnya disebutkan sumbernya dan disebutkan kontributornya. Apabila hal itu tidak dilakukan maka penulis karya tulis tersebut dapat dicap melakukan tindakan plagiat.
Selain gagasan dan pendapat dalam bentuk tulisan, ada juga gagasan dan pendapat dalam bentuk lisan. Misalnya, seorang penulis berdiskusi dengan ahli di bidang tertentu untuk mendapatkan informasi atau gagasan yang bermanfaat dari ahli tersebut. Apabila informasi atau gagasan itu dimunculkan dalam karya tulisnya, penulis tersebut harus menghargai dan mengakuinya dengan mencantumkannya sebagai komunikasi pribadi (private communication) pada daftar pustaka / referensi dari karya tulis tersebut.
Plagiarisme tidak begitu gampang dihindarkan, terlebih dalam dunia penelitian yang semakin kompetitif saat ini. Dalam diskusi antar kolega yang melibatkan sejumlah peneliti, ide-ide segar bisa saja muncul yang mungkin tidak kita sadari nilai strategisnya saat itu. Barangkali beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian bisa saja salah seorang dari teman diskusi tadi diam-diam mengembangkan ide yang dilontarkan itu.



f.     Plagiarisme dalam Budaya
Masyarakat Indonesia bukannya asing dengan isu plagiarisme. Di zaman Ngabehi-ngabehi Kraton masih berbisnis batik, masing-masing pembatiknya dengan sadar membuat motif-motif batik yang berbeda dan unik, walau tetap mengikuti motif pada umumnya (katakanlah parangrusak, dsb). Para pembatik di era itu tahu kalau ia membuat apa yang dibuat oleh pembatik lainnya, masyarakat (dalam hal ini terutama konsumennya) akan tahu siapa yang meniru dan mereka harus menanggung malu.
Tentu semua ini berakhir ketika teknologi batik printing lahir. Mereka toh tak bisa mencegah pabrik-pabrik itu mencetak motif mereka. Selain karena Ditjen HKI tampaknya belum ada pada masa itu, juga karena mereka harus bertahan hidup dengan tidak menghabiskan waktu untuk menyalah-nyalahkan pihak-pihak yang mencetak motif mereka.
Budaya Jawa yang nrimo, membuat akhirnya batik tetap diproduksi dengan semua cara yang mungkin dilakukan sekarang. Mulai dari batik tulis (yang sekarang mahalnya minta ampun) sampai batik cetak/sablon. Paham para pembatik itu kemudian “harus” bergeser menjadi “imitation is the sincerest form of flattery,” yang merujuk pada Charles Caleb Colton (1780 – 1832). Plagiarisme seharusnya adalah bagian dari etika kita sebagai bangsa yang berbudaya.
Maka, menurut saya, ketimbang hanya berharap para institusi pendidikan itu membuat kebijakan yang baku dan konsisten terhadap isu plagiarisme yang mengacu pada konsep-konsep barat dan terikat pada aturan hukum yang merepotkan, lebih baik melestarikan apa yang sudah dilakukan nenek moyang kita: menghidupkan kembali budaya malu.

g. Plagiarisme dalam Bidang Sastra
Dua contoh plagiarisme dalam karya sastra Indonesia adalah mengenai Chairil Anwar  dengan karya sastranya dan Hamka dengan bukunya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijk. Walaupun masih menjadipolemik namun mennggambarkan bahwa dalam karya sastra pun terdapat plagiarisme.
Pada kasus Chairil Anwar dibahas bahwa terdapat kategorisasi 94 tulisan Chairil yang kariernya hanya berlangsung 6,5 tahun itu sebagai berikut: saduran (4 sajak), terjemahan (10 sajak, 4 prosa), asli (70 sajak, 6 prosa). Dalam hal sajak saduran dan terjemahan yang termuat di media cetak dengan nama Chairil Anwar sebagai penulisnya, tanpa nama penulis sajak yang menjadi sumbernya, seperti Willem Elsschot, Archibald MacLeish, E Du Perron, John Cornford, Hsu Chih-Mo, Conrad Aiken, WH Auden, itulah yang disebut sebagai sajak plagiat.
Pada kasus lainnya yakni Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang lebih dikenal sebagai Hamka, seorang ulama yang sejak muda membangun tradisi menulis, sehingga setiap langkah dalam pemikirannya bisa diperiksa dan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri. Hamka dituduh menjiplak karya Musthafa al-Manfaluthi berjudul Magdalaine (disebut juga Madjdulin) yang berbahasa Arab, dan telah diceritakan kembali dalam bentuk film di Mesir dengan judul Dumu-El-Hub (Airmata Cinta). Disebutkan bahwa Manfaluthi ternyata juga mencarternya dari karya berbahasa Perancis, Sous les Tilleuls (Di Bawah Lindungan Bunga Tilia) yang ditulis Alphonse Karr.  Jika dalam hal Manfaluthi sumber bahasa Perancis itu disebut dengan jelas; dalam hal Hamka, yang disebutkan sangat menyukai karya-karya Manfaluthi, memang tidak. Setelah menyebutkan berbagai kemiripan pada berbagai paragraf, termasuk bagaimana Hamka telah berkiat mengubahnya, para penyerangnya memastikan status plagiator tersebut kepada Hamka.

4. Rujukan
Ciput. 2008. http://ciput.multiply.com/journal/item/341 diakses 2 november
Nias. 2008. http://niasonline.net/2008/07/15/plagiarisme/ diakses 2 november 2009
Wikipedia. 2009 http://en.wikipedia.org/wiki/Plagiarism.  Diakses 2 November 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar