Selasa, 05 Juli 2011

Aspek Teknis Pengembangan Tanaman Jati Indonesia

I.         PENDAHULUAN
Luas wilayah Indonesia sebesar 1.904.569 km2 terdiri dari tujuh belas ribu pulau-pulau  yang membentuk kepulauan yang membentang di dua alam biogeografi – Indomalayan dan Australian – dan tujuh wilayah biogeografi serta menyokong keanekaragaman dan penyebaran spesies yang tinggi

Dari pulau-pulau tersebut, berdasarkan hasil penafsiran citra satelit tahun 2005 oleh Kementrian Kehutanan dan SK-SK Menteri Kehutanan, luas kawasan hutan Indonesia mencapai 133,3 juta ha yang merupakan kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire.
Sebagai suatu ekosistem, hutan tidak hanya menyimpan sumber daya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem, hutan sangat berperan dalam berbagai  hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan, hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting karena hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman.

II.      JENIS HUTAN DAN LUAS HUTAN DI INDONESIA
Hutan dibedakan berdasarkan fungsi, jenis, sifat pembuatan dan bibliografinya. Berdasarkan sifat pembuatannya hutan terdiri dari hutan alam (natural forest) dan hutan buatan, sedangkan berdasarkan tujuan pengelolaannya hutan dibedakan menjadi :
-     hutan produksi yang dikelola untuk menghasilkan kayu ataupun hasil hutan bukan kayu (non timber forest product)
-     hutan lindung, yang dikelola untuk melindungi tanah dan air
-     hutan suaka alam yang dikelola untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati atau keindahan alam.
-     Hutan konversi, yakni hutan yang dicadangkan untuk penggunaan lain, dapat dikonversi untuk pengelolaan non-kehutanan.
Dalam kenyataannya juga terdapat hutan-hutan rakyat yang           kerap dibangun dalam bentuk campuran antara tanaman-tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian jangka pendek, sehingga disebut dengan istilah wanatani atau agroforest.

Lahan hutan masing-masing pulau di Indonesia adalah :  Papua (40,55 juta ha), Kalimantan (40,62 ha), Sumatera (27,64 juta ha), Sulawesi (11,59 juta ha), Maluku dan Maluku Utara (7,15 juta ha), Bali dan Nusa Tenggara (2,72 juta ha). Luas hutan di Pulau Jawa hanya 3,04 juta ha.

III.   PENGELOLAAN HUTAN DI PULAU JAWA DAN JENIS TANAMAN YANG DIKELOLA

Pengelolaan hutan di Pulau Jawa dilakukan oleh Perum Perhutani yang merupakan BUMN secara teknis berada di bawah Kementrian Kehutanan dan secara administrative berada di bawah koordinasi Kementrian BUMN.

Jenis tanaman hutan yang dikelola dalam hutan yang dikelola Perum Perhutani merupakan jenis tanaman hutan yang produktif dan marketable. Jenis-jenis tersebut antara lain : Jati, Pinus, Mahoni dan sonokeling yang merupakan jenis tanaman hutan yang mempunyai umur yang cukup panjang. Saat ini jenis tanaman yang ditanam di kawasan hutan juga banyak yang merupakan jenis FGS (Fast Growing Species) seperti mindi, sengon dan gmelina.
Di antara jenis-jenis tanaman tersebut, yang paling marketable  sampai saat ini adalah jenis jati (Tectona grandis). Kayu yang dihasilkan dari jenis ini mempunyai banyak keistimewaan di antara kayu-kayu lainnya sehingga banyak disukai oleh konsumen.

IV.     KAYU JATI DAN ASPEK TEKNIS PENGEMBANGAN JATI

Kayu jati merupakan kayu yang mempunyai sifat-sifat istimewa dan merupakan komoditi yang bernilai tinggi. Kayu jati memiliki tekstur yang keras dan kuat, namun mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furniture dan ukir-ukiran. Kayu jati yang diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan seperti berminyak. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah. Dengan kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu mewah. Oleh karena itu, jati banyak diolah menjadi mebel taman, mebel interior, kerajinan, panel, dan anak tangga yang berkelas.
Sekalipun relatif mudah diolah, jati terkenal sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca. Atas alasan itulah, kayu jati digunakan juga sebagai bahan dok pelabuhan, bantalan rel, jembatan, kapal niaga, dan kapal perang. Kayu jati juga memiliki zat khusus yang menjadikan kayu jati tahan dari serangan rayap.

Tanaman jati dikembangbiakkan melalui biji, sehingga panen kayu baru bisa dilakukan pada umur 70 – 80 tahun, bahkan ada mencapai umur 120 tahun untuk pemanenan.  Hai ini menjadi kendala tersendiri terutama dalam pemenuhan permintaan pasar kayu jati  yang saat ini lebih besar dibanding dengan kemampuan penawaran serta kecepatan pemulihan sumber daya hutan dalam kawasan.
Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan  penelitian dan pengembangan tanaman jati oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Puslitbang) di Cepu. Dari hasil uji coba, Puslitbang Cepu telah bisa melakukan pengembangan tanaman jati unggul atau Jati Plus Perhutani (JPP), baik secara generatif (KBK = kebun benih klonal) maupun secara vegetatif yaitu melalui kultur jaringan (tissue culture).

KBK dikembangkan melalui biji, sedangkan tissue culture diperoleh dengan cara stek pucuk. Dengan melakukan pengembangan tanaman jati melalui penanaman JPP, umur panen tanaman jati bisa dipercepat menjadi 10 – 20 tahun saja. Hal ini akan memberikan keuntungan bagi yang menanam tanaman jati jenis JPP ini. Tentu saja, pengelolaannya harus dilakukan dengan baik dan benar sehingga pada saat dipanen, hasil produksi kayunya sesuai dengan harapan.  Agar tanaman jati bisa tumbuh dengan baik, dilakukan perlakuan silvikutur Intensif (Silin) yang terdiri dari panca usaha kehutanan yaitu : persiapan bibit unggulan (baik KBK maupun stek pucuk), pengolahan tanah, pemupukan, pemeliharaan dan perlindungan.

Berikut diberikan gambaran dari aspek teknis pengembangannya yang berupa perlakuan silvikultur intensif agar menghasilkan tanaman jati dengan umur panen yang pendek dan hasil produksi kayu yang optimal.




a.     Kebun Pangkas dan Persemaian Stek Pucuk

Kebun pangkas adalah sumber benih yang dibangun dari bahan vegetatif yang berasal dari klon unggul berdasarkan hasil uji klon untuk memproduksi materi vegetatif. Kebun pangkas merupakan sumber benih yang mempunyai klasifikasi (grade) paling tinggi. Kebun pangkas dikelola intensif dengan pemangkasan, pemupukan dan perlakuan lain untuk meningkatkan produksi bahan stek pucuk.
Stek pucuk sendiri adalah metode pengembangbiakan tanaman secara vegetatif dengan bahan pucuk tanaman. Tanaman atau bibit yang dihasilkan sifat genetisnya relatif sama dengan tanaman induknya.
Pengelolaan kebun pangkas dan persemaian stek pucuk JPP harus dilaksanakan sesuai standar yang ditetapkan serta didukung oleh sumberdaya manusia pengelola yang berkompeten agar memberikan manfaat yang maksimal. Pengelolaan kebun pangkas dimulai dari perencanaan kebun pangkas dan persemaian stek pucuk, administrasi dan perlengkapan kerjanya, pembangunan kebun pangkas (persiapan, penanaman indukan dan pemeliharaan kebun pangkas), persiapan lapangan untuk persemaian stek pucuk,  pelaksanaan persemaian, pemanenan dan pengemasan serta pengangkutan.
Mengingat dalam pembuatan kebun pangkas maupun persemaian stek pucuk memerlukan keahlian dan pengalaman, maka pelaksana haruslah orang yang ditunjuk khusus untuk kegiatan ini dan dibantu oleh tanaga kerja yang sedapat mungkin tenaga kerja terlatih dan diuji keterampilannya secara teratur.

b.     Persemaian JPP (KBK dan Stek Pucuk)
Persemaian adalah suatu areal pemeliharaan bibit yang lokasinya tetap dan dibangun dengan peralatan yang rapi dan teratur yang berkaitan dengan penghutanan kembali areal tanah kosong ataupun peruntukan lainnya.
Fungsi persemaian adalah untuk memperoleh bibit yang bermutu tinggi dalam jumlah  yang memadai dan tepat waktu untuk ditanam di lapangan.
Persemaian merupakan salah satu aspek kegiatan silvikultur intensif, dan keberhasilan persemaian akan menentukan proses keberhasilan pembangunan hutan secara keseluruhan.
Persyaratan persemaian yang harus dipenuhi antara lain :
    Tersedia SDM yang menguasai teknik-teknik persemaian
    Tersedia air dan mencukupi sepanjang tahun
    Topografi relatif datar
    Ketinggian (altitude) 0 s/d 600 m dpl
    Drainase baik, bebas dari banjir dan angin kencang
    Cukup terkena sinar matahari
    Aksessibilitas tinggi. Mudah pengawasan dan angkutan.
    Tersedia tenaga kerja yang kuantitas dan kualitasnya memadai

Hal-hal lain yang harus diperhatikan dan dipenuhi dalam pelaksanaan persemaian adalah lay out persemaian (lokasi bedeng tabur  dan lokasi bedeng sapih); persiapan lapangan untuk persemaian mulai dari pembuatan bedeng dan media tabur, pembuatan bedeng dan media sapih sampai dengan pelaksanaan persemaian yang meliputi perlakuan benih, penaburan dan penyapihan. Setelah bibit disapih, dilakukan pemeliharaan pada bedeng sapih meliputi kegiatan penyiangan dan penyiraman.

c.      Pembuatan Tanaman
Kegiatan pembuatan tanaman dimulai dari persiapan pembuatan tanaman (pemancangan patok, pembuatan barak kerja dan  persiapan organisasi pelaksana tanaman), Kemudian dilakukan persiapan lapangan yang terdiri dari pembersihan lapangan, pembuatan jalan pemeriksaan, pembuatan saluran, penetapan Jalur tanaman, pemasangan acir dan pembuatan lubang dan piringan tanaman, persiapan kompos dan lubang.

d.     Persiapan Materi Tanaman dan Pengangkutan
Setelah lubang disiapkan, dilakukan persiapan materi tanaman menyangkut sumber bibit yang seharusnya telah dipersiapkan di persemaian terlebih dahulu.
Syarat bibit jati siap tanam :
-     Bibit memiliki pertumbuhan yang normal
-     Tinggi bibit 20 – 30 cm
-     Batang lurus dan kokoh
-     Berkayu (1/3 dari tinggi)


-     Daun tidak terlalu lebar, kaku berwarna sedikit kuning
-     Tidak terserang hama dan penyakit
-     Perakaran banyak dan membentuk gumpalan yang kompak dengan media.

Setelah materi bibit siap, dilakukan pengangkutan. Pengangkutan bibit menggunakan beberapa sarana angkut antara lain :
     Kotak angkut kayu standar  dari persemaian
     Kendaraan pengangkut : dengan bak terbuka sampai ke lokasi terdekat. Muat bongkar harus dilakukan dengan selalu memperhatikan dan mencegah kerusakan bibit
     Pada medan yang sangat miring dan sulit, pengangkutan bibit dapat dimasukkan ke dalam keranjang pengangkut dengan cara pikul.

Waktu angkut dan tanam bibit jadwalnya belum tentu sinkron. Untuk itu bibit harus dibongkar di tempat transit. Tempat transit tidak harus berupa gubuk tetapi bisa tempat terbuka yang teduh sepanjang hari (di bawah pohon besar) dan memungkinkan penyiraman bila penyimpanan lebih dari satu hari.
Perlakuan di tempat transit tanaman : semai harus tetap dalam kondisi berdiri, lebih disukai masih dalam kotak angkut untuk memudahkan pengangkutan esok harinya. Disiram minimal satu hari sekali.

e.     Persiapan lapangan dan Penanaman
Setelah bibit sampai ke tempat tanaman atau tempat transit, bibit kemudian ditanam. Penanaman biasanya dilakukan pada Bulan November – Desember.  
Untuk penanaman dilakukan hal-hal sbb, :
·      Pengolahan tanah dengan ganco/pacul sedalam 20 – 25 cm
·      Lubang tanam 40 x 40 x 40 dengan penampang bawah 30 x 30 cm, dibuat 1 bulan sebelum penanaman.
·      Kantong plastik agar dilepas dulu sebelum ditanam
·      Pendangiran dilakukan minimal 1 bulan setelah penanaman.





f.      Pemeliharaan
Tanaman hutan yang baru ditanam sampai dengan tahun ke lima masih sangat rentan terhadap segala macam gangguan. Karena itu, tanaman sampai umur 5 tahun perlu dilaksanakan secara tepat dan teratur.
Pemeliharaan tanaman merupakan rangkaian kegiatan silvikultur dalam usaha merawat dan menjaga tanaman hutan dari gangguan yang dapat merusak serta merugikan pertumbuhan pohon atau tegakan hutan tanaman, maupun memperbaiki kualitas tanaman hutan.
Dengan pelaksanaan pemeliharaan tanaman hutan lanjutan dengan sebaik-baiknya, diharapkan akan diperoleh tegakan hutan yang baik dengan massa kayu yang sebesar-besarnya dan kualitas kayu yang setinggi-tingginya dari setiap pohon atau tegakan hutan tanaman pada akhir daur.

g.     Perlidungan
Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam rangka mendapatan hasil produksi dari tanaman jati yang ditanam adalah menjaga tanaman jati tersebut terutama dari gangguan keamanan seperti pencurian atau penjarahan. Selain itu juga harus dijaga dari gangguan lainnya seperti gangguan penggembalaan yang merusak tanaman jati, perempelan daun, perencekan, bahaya kebakaran dan lain-lain.

h.     Pemungutan Hasil
Kegiatan pemungutan hasil  merupakan kegiatan penebangan kayu jati, baik yang sudah memasuki umur tebang maupun tebangan penjarangan.
Dalam penyelenggaraan pemungutan hasil disamping memperhatikan aspek produksi juga harus memperhatikan aspek sosial dan aspek lingkungan
Dalam kegiatan pemungutan terdiri dari kegiatan mulai dari klem, teresan, tebangan, penyaradan, angkutan kayu dan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Di samping itu, diatur juga kegiatan pasca pemanenan kayu untuk memonitor apakah kegiatan tebangan yang telah dilaksanakan berdampak terhadap lingkungan sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan penebangan berikutnya.


V.        PENUTUP
Kayu jati merupakan kayu yang mempunyai sifat istimewa dan merupakan komoditi yang bernilai tinggi, namun untuk mendapatkan kayu jati dengan kualitas dan produktivitas yang baik diperlukan perlakuan-perlakuan teknis mulai dari penanaman sampai pemanenan jati


DAFTAR PUSTAKA

Alamendah. 2011. Luas Hutan Indonesia DI Tiap Provinsi. http://alamendah.wordpress.com/2011/01/05/luas-hutan-indonesia-di-tiap-provinsi/. Diakses Februari 2011
Anonim. 1986. Sejarah Kehutanan Indonesia Volume 1. Departemen Kehutanan. Jakarta
Arief, Arifin. 2001. Hutan danKehutanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Soenardi Prawirohatmojo. 2001.  Kimia Kayu. Bagian Penerbitan Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta

1 komentar:

  1. berdampak terhadap lingkungan sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan penebangan berikutnya? Tel U

    BalasHapus