Rabu, 25 Mei 2011

Bagaimana Agar Pemeliharaan Ulat Sutera Bisa Berhasil ?


Dalam masa krisis seperti sekarang, satu usaha mungkin tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, akhir-akhir ini banyak orang yang berupaya mencari alternatif usaha untuk menambah penghasilannya.
          Salah satu alternatif usaha yang mulai dilihat orang adalah usaha persuteraan alam yang termasuk dalam kegiatan agrobisnis.
          Usaha persuteraan ini banyak dilirik karena dalam menjalankan usahanya tidak terlalu tergantung pada bidang lain.
Usaha pakan dapat dikerjakan sendiri dengan melakukan pengolahan kebun murbei dan dalam pemeliharaannya tidak memerlukan waktu yang lama, hanya sekitar satu bulan untuk satu periode pemeliharaannya.
Dalam  usaha persuteraan,   pemeliharaan ulat sutera  merupakan suatu rangkaian pekerjaan yang dapat menentukan usaha selanjutnya dalam persuteraan.
          Pemeliharaan ulat sutera yang benar akan menghasilkan kokon-kokon dengan kualitas yang baik.
Kualitas kokon yang baik ini selanjutnya akan berpengaruh terhadap kualitas benang yang kemudian akan menjadi kain dengan kualitas yang baik pula.
          Pemeliharaan ulat sutera di Indonesia kebanyakan dilakukan oleh para petani. Dalam melakukan pemeliharaan ulat sutera, hal-hal yang dapat menetukan keberhasilan, adalah :

1. Faktor disinfeksi

Dari beberapa pengalaman yang terjadi, setiap pemeliharaan yang baru pertama kali dilaksanakan, hasil pemeliharaannya selalu berhasil dan ulatnya selalu dalam keadaan sehat, walaupun tidak dilaksanakan disinfeksi.
Hal ini disebabkan karena dalam tempat tersebut belum ada penyakit-penyakit yang dapat menganggu  pemeliharaan ulat sutera.
Untuk  pemeliharaan selanjutnya, penyakit sudah mulai terdapat dalam ruangan pemeliharaan. Bila tidak dilakukan  pembersihan atau disinfeksi, maka penyakit tersebut akan mengganggu pemeliharaan.
Apabila terus tidak dilakukan disinfeksi, maka suatu saat penyakit itu akan meledak dan akan mewabah. Jika sudah terjadi wabah, maka usaha persuteraan alam akan hancur.
          Untuk itu, perlu dilakukan cara-cara disinfeksi sesuai dengan ketentuan yang ada, seperti :

a.    Disinfeksi ruangan
b.   Disinfeksi sarana dan prasarana
c.    Disinfeksi lingkungan sekitar pemeliharaan

2. Faktor Kebun  

Dalam daur hidupnya, stadia ulat  merupakan suatu stadia dimana makan merupakan kegiatan utama selain ganti kulit. Untuk kebutuhan makanannya agar dapat menghasilkan produksi kokon yang baik sudah dibuat  standar jumlah daun yang harus diberikan kepada ulat. Jumlah daun yang terdapat dalam standar dihasilkan dari kebun.
Banyak sekali petani yang salah dalam menentukan kebutuhan daun, sehingga biasanya terlalu banyak memesan ulat. Hal ini menyebabkan gagalnya pemeliharaan karena tidak adanya makanan.
Untuk kebutuhan makan 1 boks dengan 25.000 butir telur dibutuhkan makanan sebanyak 1,3 ton (daun beserta cabang) atau 800 ton (daun saja). Jumlah daun sebanyak itu dihasilkan dari kebun dengan jumlah tegakan 2.600 pohon (bila produksi daun rata-rata 0,5 kg satu  pohon).
          Bila ulat dalam proses pemeliharaannya kekurangan daun, hasil yang diperoleh akan jauh di bawah normal. Kokon-kokon yang dihasilkan akan sangat kecil dan ini akan berpengaruh terhadap harga jual.
          Tetapi bila daun dalam satu periode sangat berlebih, maka bila dilihat perhitungan ekonomis akan merugikan. Daun yang ada bisa terbuang percuma.

3.   Faktor pemberian makan

     Dalam melakukan  pemberian makan, pada prinsipnya kita harus selalu memeriksa keadaan makanan ulat. Jika daun yang diberikan telah habis dimakan, maka daun harus dtambah kembali.
     Semakin sering memberikan daun, secara otomatis juga akan melakukan pemeriksaan terhadap keadaan ulat.

(frekuensi, jumlah - ada penelitian pak Karman, keterlambatan pemberian makan - berpengaruh terhadap lamanya umur ulat)

Karena ulat kegiatannya hanya makan, maka perlu terus disuplai kebutuhan makanannya. Tetapi tentu saja perlu diperhitungkan dengan tenaga kerja.
          Pada prinsipnya, bukan berapa kali kita harus memberi makan, tetapi pengecekan ulat. Bila ulat sudah kekurangan makanan dan tidak kita suplai, maka sama saja dengan ulat tersebut kekurangan makanan.

          Jumlah daun yang sama dan diberikan lebih sering akan berpengaruh lebih baik terhadap pertmbuhan ulat.

Tetapi tentu saja perlu lebih diperhitungkan mengenai tenaga

4.  Faktor teknik pemberian makan (daun kering, daun basah, dll.)

Daun yang segar  merupakan daun yag dipilih ulat untuk makanannya.  Daun yang segar ini didapat jika pengambilan dilakukan pada waktu pagi dan sore hari dan ketika tidak hujan.        
Pemberian makan dengan daun yang basah  akan mengakibatkan basahnya tempat hidup ulat. Hal ini akan mengakibatkan berkembangnya jamur yang akan mengakibatkan kerusakan pada ulat. Penyakit yangbiasanya berkembang adalah muscardine.
Pemberian makan  dengan daun kering akan mengakibatkan berkurangnya nafsu makan ulat, sehinga pertumbuhan ulat akan terhambat.
Pemberian makan dengan daun yang diambil pada waktu siang hari atau pada waktu matahari bersianr terik akan mengakibatkan berkembangnya bakteri dan virus pada tempat hidup maupun tubuh ulat. Penyakit yang biasanya timbul adalah grasery dan flachery.
Pemberian daun yang kotor juga dapat mengakibatkan vomikasi (muntah-muntah) pada ulat sehingga mengakibatkan ulat lemah dan akan mudah terserang penyakit.
Pemberian daun yang terkena tembakau atau insektisida akan mengakibatkan ulat keracunan bahkan sampai mati.

5. Faktor penentuan waktu tidur dan bangun tidur
         
Keseragaman ulat menentukan sehat atau tidaknya ulat yang dipelihara. Keseragaman ulat ditentukan oleh ratanya daun yang diberikan dan ratanya daun yang dimakan oleh ulat.


6.   Faktor pemisahan ulat yang sakit (perhitungan keuntungan membuang ulat yang sakit

Seringkali para pemelihara merasa sayang untuk membuang ulat yang sakit atau yang terlihat sakit, padahal jika ulat ni dibiarkan, maka akan menyebabkan ulat-ulat yang lain tertulari bahkan akan membuat gagalnya pemeliharaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar